SAUDARA168 – Bale Sabha Adhyaksa, Cara Bantu Krama Bali Melek Hukum

Bale Sabha Adhyaksa Cara Bantu Krama Bali Melek Hukum

Liputan6.com, Tabanan – Kejaksaan Tinggi (kejati) Bali resmi mendirikan Bale Sabha Adhyaksa. Kajati Bali Ketut Sumedana salah satu sosok yang memperjuangkan Bale Restorative justice di tingkat desa tersebut. Berawal dari buku yang telah ditulisnya tahun 2018 silam tentang ‘Bale Mediasi dalam Perkembangan Hukum Nasional’ dan juga riset ke berbagai negara di Eropa untuk mempelajari dan menganalisa konsep tersebut.

Dari perjuangannya tersebut kepada awak media Sumedana dalam peresmian Bale Sabha Adhyaksa itu ia menceritakan perjuangannya diatensi pimpinannya melalui intruksi Jaksa Agung serta peraturan Jaksa Agung terkait Bale Restorative justice. “Ternyata di sejumlah negara maju, yang paling utama dalam penegakan hukum adalah konsep perdamaian dan konsep win-win solution (restorative justice),” kata Ketut Sumedana yang juga mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI di acara peresmian Bale Restorative Justice atau Bale Sabha Adhyaksa, Kamis (3/4/2025).

Ia menyebut Bale Sabha Adhyaksa akan ditempatkan di desa-desa adat dan desa dinas di seluruh Bali, kabupaten Bangli dan Tabanan menjadi desa awal berdirinya bale hukum itu. Menurut Sumedana Jaksa akan hadir dari tingkat desa untuk membantu krama Bali menyelesaikan konflik di desa. tak hanya itu, untuk membantu warga agar melek hukum di era modernisasi dan digitalisasi yang berkembang pesat.


2 dari 2 halaman

Melek Hukum dari Desa

“Di desa mana pun di belahan dunia ini pasti ada konflik, pertentangan, dan permasalahan. Konflik ini tidak semua harus berujung ke pengadilan, maka di Bale Sabha Adhyaksa diselesaikan. Ini fungsinya bendesa, tokoh masyarakat, tokoh agama diberdayakan untuk menyelesaikan masalah di tingkat desa,” ungkap dia.

Konsep pendirian Bali Sabha Adhyaksa Sumedana menjelaskan beban anggaran negara yang dialokasikan menangani perkara bisa dipangkas melalui konsep bale restorative justice. Di mana pembangunan suatu daerah dan negara dimulai dari tingkat desa, menjaga dan mengawal penyelenggaraan keuangan yang bersumber dari APBD dan APBN di tingkat desa. 

“Semua yang berkaitan dengan hak masyarakat, kami berantas kami turun kalau ada laporan silakan laporkan ke saya pasti kami tindak. Jaksa harus bisa mengayomi, melindungi, dan menjaga desa konsepnya pelayanan terdepan sebuah negara ada di tataran desa,” ujarnya

Hal tersebut selaras dengan komitmen Pemprov Bali agar tak ada kebocoran anggaran di tingkat desa, pihaknya juga mendampingi bendesa dan aparat desa dinas dengan menempatkan jaksa di desa. Menurutnya jika tidak dalam penjagaan dan didampingi pemerintahan desa dikhawatirkan akan mengalami kendala.

“Kepala desa ketakutan eksekusi program di desa, kemungkinan ada kebocoran-kebocoran dan penyalahgunaan kewenangan. Untuk itu jaksa harus hadir di tengah-tengah dalam rangka mengamankan pembangunan desa yang berkelanjutan,” ungkap dia.

Sementara itu, adanya Bale Sabha Adhyaksa diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada Krama (masyarajat) Bali terkait masalah hukum yang bisa saja terjadi di wilayah desa.

Dirinya tidak ingin krama Bali miskin literasi pemahaman hukum khususnya tentang KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Masyarakat mulai dari tingkat desa melek hukum. Lantaran, kalau masyarakatnya sudah melek hukum berarti keteraturan, keharmonisan, kedamaian, akan terbangun di desa tersebut.  Artinya penegak hukum hanya jadi bagian evaluator, pembinaan hukum, dan pemberdayaan. Tidak perlu dilakukan penindakan lagi.

Konsepnya jika ada masalah maka Bale Sabha Adhyaksa inilah yang menyelesaikan konflik-konflik tersebut di tataran desa. Tujuannya, membangun keharmonisan antar krama, dan mencegah terjadinya resistensi sosial di tingkat desa. “Karena kalau sudah masuk ke pengadilan, bukan hanya bapak yang akan berkelahi di pengadilan, tapi anak-cucu juga akan ikut berkelahi. Ini yang akan kita cegah dengan bale restorative justice,” pungkas dia.